Jumat, 06 Maret 2015

Lestari Alamku, Lestari Desaku


Hidup ini memang sudah terbagi adil sesuai dengan perannya masing-masing dan sudah ada takarannya tersendiri. Ada yang menjadi petani, tukang ojek, tukang becak, kuli bangunan, nelayan dan lain sebagainya. Saya tidak bisa membayangkan kalau semua individu menjadi orang kaya, apalagi semua orang menjadi miskin. Pihak mana nanti yang akan berkewajiban “memberi” dan pihak mana yang mempunyai hak untuk "diberi". Bersyukur saya dilahirkan di sebuah desa kecil nan tentram dengan masyarakatnya yang ramah tamah, hidup rukun bertetangga dan saling tolong menolong. Pemandangan sawah di Indonesia yang masih sangat hijau, atau hamparan laut yang ada di hampir seluruh garis pulau merupakan satu alasan mengapa kita harus tak berhenti untuk bersyukur. Hal tersebut sangat disadari oleh warga Indonesia dewasa ini. Terbukti dengan banyaknya program televisi sekarang yang menayangkan betapa indahnya alam Nusantara kita, betapa layaknya Indonesia ini disebut sebagai surganya dunia dan betapa menakjubkannya adat kebudayaan bangsa kita. Selain itu juga semakin banyaknya sosial media dengan orang yang sudah tak awam lagi di dalamnya, dengan begitupula jumlah komunitas yang terbentuk atas nama pecinta alam Indonesia membuat semakin tereksplornya wisata alam yang sebelumnya tidak pernah diketahui oleh masyarakat luas. 


Sebagai orang desa, saya menyadari betul bahwa sumber daya alam di kampung sangat tidak bisa tergantikan. Adanya kabar terkait akan dibangunnya pabrik dengan gedung dan bangunan yang banyak di kampung merupakan kabar terburuk yang pernah saya dengar. Mengatasnamakan memberi lapangan kerja lebih luas bagi pemuda desa adalah bulshit statement. Semua itu karena hanya ingin membesarkan nama perusahaan, memperbanyak keuntungan dan atau entah profit apa lagi yang ingin dicapai. Rencana tersebut pastinya akan menghilangkan area persawahan yang artinya akan semakin kecil jumlah produksi beras yang dihasilkan oleh negara ini dan semakin besar peluang untuk mengimpor beras. Apalah arti negara agraris ini yang tak bisa memberi penduduknya sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya. Sebagian besar orang desa akan kehilangan jalan rezeqinya yang notabene mayoritas mata pencaharian mereka adalah petani. Akan dikemanakan mereka setelah lahan pertaniannya dibeli dan diganti oleh gedung-gedung tinggi nan mewah layaknya di kota itu? Sedangkan mereka hanya bisa ilmu bertani, bercocok tanam dan berladang yang merupakan warisan leluhur agar bisa bertahan hidup selama ini.


Area sawah dekat rumah

Lautan di wilayah desa Kaliuntu, Jenu, Tuban


Sumber daya alam ini harus dilestarikan, dijaga keseimbangannya dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Saya tidak bisa membayangkan kondisi sepuluh tahun mendatang, jika tidak ada yang bisa ilmu tandur dan mencangkul, jika semua anak-anak sekarang berkeinginan untuk menjadi seorang yang sukses bekerja mendapat profesi 'berseragam' dan hidup di kota-kota besar, generasi mana yang akan merawat desa asri nan sejuk ini ?? Kepadatan penduduk di kota-kota itu akan semakin menjadi dengan terwujudnya keinginan tersebut dan nilai-nilai kedaerahan akan hilang begitu saja. Lantas bagaimana dengan anak cucu kita nanti ? Satu hal yang perlu dilakukan oleh sekolah, para guru, orang tua ataupun sesepuh desa saat ini adalah menginspirasi anak-anak kecil, semua generasi muda untuk bisa mencintai desa dan kampung halamannya agar kelak mereka tidak serta merta ingin memperbaiki kehidupannya dengan cara urbanisasi melainkan mengembangkan potensi desa yang masih bisa dimaksimalkan.

"The secret happiness is gratitude"

Pemimpin - pemimpin kita sepertinya memang kurang bisa bersyukur. Ya.. meskipun saya sendiri juga masih susah untuk bisa bersyukur. Buktinya mereka masih banyak yang memakan uang rakyat, padahal kalau dipikir - pikir gaji mereka sudah jauh di atas jumlah kebutuhan hidupnya. Harga beras yang semakin melambung naik dewasa ini kurang diketahui sebabnya, entah itu karena adanya mafia, manajemen pemerintah yang buruk, ataupun kondisi cuaca ekstrim yang mempengaruhi jumlah produksi beras saat ini. Pastinya yang menerima dampak dari hal tersebut adalah rakyat. Rakyat tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya meminta para anggota wakil rakyat kecil, entah itu yang duduk di kursi parlemen ataupun sebagai pekerja abdi negara untuk bisa bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya agar kehidupan bangsa ini seimbang, efektif dan efisien tanpa harus adanya korupsi, kolusi dan nepotisme. 


Semoga kita semua selalu dimudahkan oleh Sang Pencipta untuk bisa bersyukur atas apa yang kita miliki, karena dengan begitu hidup kita akan selalu terasa nikmat dan bahagia :)